Selasa, 04 Oktober 2011

Sumut terbesar kasus pencucian uang di Indonesia




WASPADA ONLINE

MEDAN - Provinsi Sumatera Utara (Sumut) merupakan salah satu daerah di Indonesia terbesar kasus pencucian uang, setelah Jakarta dan Surabaya, demikian temuan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). 
"Dari analisis dan laporan  masyarakat ke KRHN, Sumut salah satu daerah terbasar kasus pencucian uang, " kata wakil kepala KRHN, Puji Kartika Rahayu, di Medan, pagi ini.

Berdasarkan hasil investigasi KRHN, kata Rahayu, ditemukan fakta mengejutkan dari 33 koruptor yang disidangkan di pengadilan,  terungkap  uang hasil korupsi dialihkan para terpidana korupsi untuk hal lain, seolah-olah  uang itu tidak bermasalah, serta sekaligus membersihkan uang haram itu.

“Ini modus sebenarnya sudah lazim  dilakukan koruptor. Tapi, sangat menghawatirkan, jika ini terus menerus terjadi tanpa ada ketegasan dari majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman menyita harta benda yang dibeli koruptor menggunakan uang hasil korupsi, ” jelasnya.

Dikatakan, modus pencucian uang dari hasil korupsi biasanya dilakukan koruptor dengan  membuat usaha lain atau mendepositokannya menggunakan identitas lain seperti identitas keluarga atau anak kandungnya serta orang-orang yang mereka percayai.

Meski para aparat penegak hukum  melihat indikasi itu  dan bukti permulaan adanya pencucian uang itu ada, namun, kenyataannya, kata Rahayu,  tidak ada dilakukan pengembangan kasus itu  lebih lanjut.

Aparat penegak hukum  terkesan  hanya terfokus pada kasus korupsi yang dilakukan pelaku. Bahkan kondisi ini semakin buruk, meski fakta dipersidangan terungkap soal adanya pencucian uang itu, majelis hakim yang memegang perkara itu terkesan  juga tidak berani memerintahkan jaksa untuk membuat terobosan menjerat pelaku dengaan  kasus pencucian uang itu.
Menurutnya, kondisi ini terjadi sebebkanb rendahnya integritas hakim dan jaksa dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. 
Bahkan, lebih mengejutkan lagi, saat Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan hasil temuannya ke penegak hukum baik jaksa maupun polisi, tapi temuan itu tidak ditindak lanjuti. Salah satu contoh kasus yang ditemukan adalah kasus pembalak liar Adlin Lis yang juga dikenakan UU korupsi oleh JPU.

Untuk itu, katanya pembentukan peradilan khusus tindak pidana korupsi (Tipikor) harus segera dibuka di Sumut. “Kita berharap tiga hakim Adhock tingkat pertama pengadilan Tipikor yang lolos seleksi yakni Kartini Yuliana Maghdalena, Dame pandiangan dan Asmadinata bisa menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Sumut, ” demikian Rahayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar